Kamis, 19 Mei 2011

Be An Intelectual Profetic

Many ASEAN universities have established the credit system generally at the undergraduate level to display students' workload within universities. Credit system is also considered a factor that can facilitate and promote mobility of students and academic exchange among institutions and countries. However, it is obvious that there are different perceptions and steps taken in the credit system of ASEAN countries e.g. Brunei, Thailand and the Philippines, where credits systems are already in use; Malaysia's effort to harmonise credit systems at the national level and Cambodia, Laos and Vietnam where credit systems have just been introduced.
As a result of globalization process, the world is more integrated and learning opportunity has been widely increasing. Students can easily acces to the knowledge and gain education advantage from around the world. In this case, the effective credit transfer system and its quality assurance will be an important factor to facilitate mobility and raise a number of exchange activities at in-country level, between ASEAN universities or beyond the region.
The most exensive mobility of student which appeared in ASEAN countries such as Brunei, Thailand and Malaysia were previously operating transfer through Memoranda of Agreement or bilateral arrangements. Also, the effort to establish an open ASEAN area of higher education has been taken and in this respect the establishment of credit transfer system seems to be important for both stakeholders in order to develop curriculum with a mutual standard and recognition.
more info : acts.ui.ac.id

Kita kira, kita adalah seorang Da’i

Kita kira, kita adalah seorang Da’i....
Padahal kita hanya mencari ketenaran dengan dakwah, kita melibatkan ego dan nafsu, kita memoles diri dengan ketaqwaan...
kita berbangga ketika kita dikenal alim, ketika kita memangku amanah penting, ketika kita dikenal banyak orang, bahkan ketika kita mempunyai banyak binaan!
amalan kita amalan surga, tapi hati dan kualitas kita tak pantas disebut Da’i.... justru inilah yang memenuhi dasar NERAKA,


Maka jika kita kira kita adalah Da’i...
Da’i adalah orang yang berdiri di atas kaki yang siap berlari
Da’i adalah mereka yang telah mempersiapkan perbekalan untuk dakwahnya
Dakwah ada di setiap sudut jiwanya, memenuhi relung hatinya,
Da’i adalah mereka yang tak pernah lepas memikirkan dakwah
Ruhnya, langkahnya, bicaranya, kesungguhannya, selalu berada dalam rangka dakwah yang ia persiapkan dirinya untuk itu....

Da’i adalah mereka yang jika ditugaskan di bagian depan, mereka berada di depan
Dan jika mereka ditugaskan di bagian belakang, mereka berada di belakang
Ketika dia minta bagian, tidak diberikan bagiannya
Ketika dia meminta ijin, tidak dikabulkan ijinnya,
Dia hanya senang berbuat dan bekerja

Dia tidak peduli, apakah menjadi qiyadah atau tidak
Dia tidak peduli, jika dia harus menjadi jundi
Baginya, kemuliaan bukan terletak pada posisi, tapi pada bagaimana payahnya ia berjuang....
Terletak pada bagaimana usahanya untuk selalu meluruskan niat, ikhlas karena Allah....




akhi…
sesungguhnya, Umat ini membutuhkan jiwa-jiwa perubah sepertimu…
Sungguh, kau mungkin tak tau, betapa kau menjadi cahaya di antara mereka,
Betapa aksimu telah ditunggu dan kehadiranmu sangat dirindukan,


akhi, dakwah ini letaknya di hati,
Dibalut ketegaran dan keteguhan,
Ketegaran adalah tetap tegak di atas keterasingan,
Keteguhan adalah tidak meninggalkan gelanggang seberat apapun rintangan yang menghadang,

akhi, dakwah ini terasa karena keikhlasan para pelakunya,
Karena tak ada kepentingan lain di balik seruan-seruan dakwah kita,
Dakwah ini mempan karena ketulusan, tanpa meminta balasan, bahkan pujian…
Dakwah ini kuat, karena RUH para pelaku dakwahnya,


Dakwah ini pembuktian,
Mana yang bertahan dan mana yang berguguran,
Mana cinta yang sampai kepayahan diperjuangkan,
Dan mana cinta yang lemah dan mudah menyerah…
Ya, Cinta kepada Allah Azza wa Jala...


Dakwah adalah Cinta, dan cinta - akan meminta semua hal darimu, SEMUA HAL !!

Dan itulah.... Dunia penuh haru bernama DAKWAH...

Momen Kebangkitan Nasional

103 tahun yang lalu, tanggal 20 Mei digalang kekuatan oleh para pemuda di wilayah nusantara ini untuk menyatukan tekad “bangkit dari keadaan sebagai negeri terjajah”
Rentetan perjuangan dengan gelimpangan perngorbanan yang tak terhitung berujung pada tercapainya tujuan “merdeka”. 17 Agustus 1945 kita sampai pada satu “titik” bahwa “wilayah kami” tidak lagi terjajah. Kami sudah menjadi bangsa MERDEKA.
64 tahun sudah berlalu, Kami sudah BANGKIT. Infrastruktur sudah lengkap, sekolah sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan, masyarakat sudah menikmati listrik, telepo bahkan internet
serta seabreg kemajuan yang Kami bangun sejak Orde Lama, Orde Baru, Reformasi hingga kini ……
Terhadap kemajuan Pembangunan Fisik, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pemerataan (kecuali kawasan tertentu terutama di Timur Indonesia) sangat diakui bahwa Indonesia yang sejak 17 Agustus 1945 telah merdeka kini menjadi Negara Berkembang yang sangat diperhitungkan.
Tapi bangaimana dengan Moral masyarakat bangsa ini? baik rakyat biasa maupun yang jadi pejabat?
Inilah yang mungkin dan pasti pada moment KEBANGKITAN NASIONAL tahun ini perlu menjadi bahan renungan.
Pertama, masyarakat di negeri ini masih banyak yang sangat miskin dari sisi ekonomi bahkan lebih celaka lagi banyak di antara mereka yang memiliki mental yang sangat memprihatinkan yaitu selalu mengharapkan bantuan padahal memiliki potensi untuk bangkit dari kemiskinannya. Ini terbuktu dari berbagai program yang digulirkan berujung pada kegagalan karena bantuan yang diberikan selalu “dimusnahkan” ketika sudah diterima bukan “digulirkan”.
Kedua, Pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan bagi seluruh masyarakat tidak diimbangi dengan sistem penyelenggaraan yang memadai sehingga menghasilkan proses dan hasil pendidikan di sekolah yang bersifat formalitas, sekolah dimaknai sebagai bagian yang harus dilewati pada usia tertentu selama waktu tertentu dan harus selesai dengan “mengantongi” ijazah dengan tanpa mempertimbangkan apa yang terbaik harus didapat dari proses pendidikan di sekolah. Kondisi ini melahirkan generasi yang “penuh dengan tanda tanya” yang apabila dibandingkan dengan bangsa lain, rata-rata kualitas lulusan SMA di negeri ini mungkin setara dengan lulusan “SD” di negara maju. ini sangat parah meskipun ga semuanya. Belum lagi pendidikan belum melahirkan generasi yang bermoral baik, terbukti.
Ketiga, Masyarakat secara umum masih banyak yang tidak memiliki budaya “do the best”, kompetitif, prosedural dan disiplin terhadap tata etika dan aturan formal kehidupan bernegara di negeri ini sehingga banyak melahirkan budaya kolusi serta kongkalingkong dengan pejabat.
Keempat, Para pejabat yang memililki kewenangan banyak yang menyalahgunakannya, tidak menganggap bahwa jabatan dan kewenangannya sebagai amanat dan memaknai bahwa dirinya adalah pelayan bagi masyarakat. Penyalahgunaan wewenang, Kolusi, Korupsi, Nepotisme menghiasi keseharian pemerintahan negeri ini. Kini slogan good governance dan excellent service hanya jadi slogan.
Kelima, keenam, ketujuh  terlalu banyak yang harus diungkap.
Besok, 20 Mei 2010 adalah Hari Kebangkitan Nasional berdasarkan sejarah. Akankah hanya dijadikan seremonial belaka hanya sekedar apresiasi terhadap jasa para pahlawan pada waktu itu? ataukah akan dimaknai bahwa hari ini dan selanjutnya negeri ini harus BANGKIT untuk memperbaiki:
- Moral masyarakat dan pejabat.
- Sistem pendidikan yang akan melahirkan generasi cerdas dan bermoral.
- Tatanan kehidupan perekonomian dan sosial masyarakat.
- Sistem pemerintahan yang bersih dan amanah.
- Keterpurukan bangsa ini menjadi Bangsa yang Maju dan diperhitungkan.