Sabtu, 05 Februari 2011

Mesir 2011=Indonesia 1998

Situasi di kisruh politik di Mesir tak kunjung usai. Pemerintahan Presiden Hosni Mubarak tetap tidak mau mundur. Sementara jutaan rakyatnya sudah mendemo meminta Mubarak turun dari kursi kepresidenan yang sudah ia duduki selama 32 tahun. Pengamat politik Timur Tengah, Fahmi Salsabila, menilai Mesir 2011 bisa seperti Indonesia 1998. Berikut wawancaranya dengan Republika:

Apa sebenarnya pemicu demonstrasi besar rakyat Mesir?
Yang paling utama adalah karena urusan perut rakyat. Terjadi krisis ekonomi. Bahan pangan sulit didapat. Juga ada faktor lain, seperti otoritarianisme, ditambah dengan korupsi, pengekangan terhadap kebebasan berekspresi, dan pengangguran tinggi. Keadannya sama dengan Indonesia pada 1998.

Demonstrasi rakyat Mesir itu ekspresi kemarahan pada penguasa?
Kini mereka sudah muak dengan pimpinannya yang selama 30-an tahun berkuasa. Pimpinan yang hanya mementingkan dan memperkaya diri sendiri. Padahal pendapatan rakyat Mesir itu rata rata 2 dolar per hari.

Rakyat Mesir sudah tidak bisa dibendung lagi, membuat kemarahan semakin meletup. Ini adalah waktu yang tepat untuk segera beraksi. Apalagi dengan adanya momentum Tunisia kemarin (demonstasi rakyat yang memaksa Presiden Zine El Abidine Ben Ali mundur, red).

Jadi, kondisinya juga hampir sama dengan Tunisa. Krisis pangan yang melanda kawasan Arab. Sebetulnya sudah diisyaratkan oleh pengamat ekonomi, kalau isu itu tidak ditangani akan terjadi letupan protes masyarakat.

Bisa dijelaskan, bagaimana kondisi politik Mesir sebelum terjadi demonstrasi besar-besaran?
Kondisi politik dalam negeri ya otomatis represif. Siapapun yang menentang Hosni Mubarak, diberangus, Ikhwanul Muslimin tidak diberikan ruang kebebasan. Sedikit bersuara langsung ditangkap, mirip dengan Soeharto.

Pemilu (pada akhir 2010, red) itu rekayasa. Semua diatur. Rakyat sudah tidak mau itu (Presiden Mubarak) lagi. Meskipun (belakangan) Hosni Mubarak minta sampai September 2011, rakyat sudah tidak mau lagi.

Kalau dia turun sekarang, lalu Wapres yang baru (Omar Suleiman) dia tunjuk menggantikan sebagai pemerintah transisi, dia harus segera membuat pemilu. Rakyat sudah tidak percaya dengan Oman Sulaeman, karena masih antek Amerika Serikat dan Hosni Mubarak.

Kemudian dari sisi politik internasional, Mesir menjadi jembatan negara Arab dan Israel, juga jembatan kepentingan Amerika Serikat di Timur Tengah. Kalau misal Hosni Mubarak lengser, ini akan membuat perubahan kebijakan luar negeri dari Amerika dan merubah konstalasi geopolitik di Timur Tengah.

Bisa saja perjanjian damai (Camp David) dengan Israel, katakanlah Ikhwanul Muslimin yang naik -- atau bukan dari Ikhawnul Muslim tapi didukung oleh Ikhwanul Muslimin -- bisa jadi perjanjian damai itu akan menjadi batal. Itu yang dikhawatirkan dan membahayakan Israel.

Jadi demonstrasi dan konflik di Mesir ini ada banyak kepentingan yang bermain. Terutama Israel dan Amerika Serikat.

Seberapa besar kepentingan Amerika terhadap konflik Mesir?
Besar sekali. Misalnya mengenai Palestina, ketika Hamas di Gaza diserbu besar-besaran pada akhir 2008 oleh Israel, itu harusnya perbatasan Rafah yang menghubungkan Gaza dan Mesir bagi masuknya bantuan kemanusian, harus dibuka. Tapi karena tekanan kuat Amerika dan Israel, tidak dibuka. Hanya dibuka yang special case saja.

Kemudian penjualan gas yang murah kepada Israel, itu contoh pengaruh Amerika. Amerika menjamin Hosni Mubarak tetap berkuasa, tapi dia minta supaya kepentingan Amerika aman. Mesir ini sangat penting sekali. Tapi, kalau Mubarak terus-terusan ngotot, juga akan jadi bencana buruk.

Dalam demonstrasi sekarang, ada tidak peran Amerika di dalamnya?
Secara kasat mata tidak kelihatan peran Amerika. Kalau aparat yang berseragam itu sepertinya skenario Amerika. Sekarang ini memang terjadi tarik-ulur, belum ada figur yang menggantikan sebagai antek Amerika. Jadi masih bingung Amerika ini.

Kalau melihat demonstrasi yang terjadi, kenapa masyarakat bisa terbelah antara pro dan kontra ?
Masyarakat sebenarnya solid pada posisi kontra. Yang pro-Mubarak itu bukan masyarakat murni dan bukan pro-Mubarak murni. Menurut teman-teman yang menjadi penerjemah, itu polisi yang tidak berseragam. Mereka memakai pakaian sipil, mereka membawa senjata api. Bahkan sempat terjadi penempakan pada pukul 4 pagi waktu setempat.

Dengan adanya polisi yang menyamar itu, saya melihat ada skenario supaya nanti diarahkan seolah-olah timbul perang saudara. Padahal yang satunya aparat. Mereka itu berbadan tegap tetapi memakai pakaian sipil. Mereka bahkan membawa peralatan yang sedemikian rupa, seperti gas air mata. Kalau sudah seperti itu tidak mungkin sipil.

Dampak dari kerusuhan ini akan bagaimana?
Dampak bagi negara yang lain bisa juga ada. Suriah yang jadi presidennya itu anaknya presiden terdahulu, lalu Yordania yang bentuknya kerajaan, Saudi juga. Artinya mereka harus mendengarkan aspirasi rakyat. Jangan sampai ini terjadi di negara mereka, bagaimana rakyat sejahtera. Rakyat sebenarnya tidak masalah demokrasi atau raja, tapi yang penting negara aman secara ekonomi dan politik. Jadi demonstrasi ini bisa saja menular.

Bagaimana konsekuensi kerusuhan di Mesir terhadap peta politik Timur Tengah?
Konsekuensinya ada pada konflik antara Palestina dan Israel. Ini akan mengubah kebijakan Israel. Teman besar (Mesir)-nya itu kan belum tahu arahnya. Apakah akan berpaling atau tidak.

Lalu mengenai Iran, mungkin akan menjadi kekuatan tersendiri. Dulu, meskipun Hosni Mubarak didukung Amerika, masih ada Iran dan Saudi. Iran ini anti Barat, bisa dikatakan cukup berani. Kalau Mesir jatuh, Iran akan semakin punya gigi, tinggal Saudi saja. Saudi hanya urusan Sunni dan Syiah. Kalau sudah seperti ini Amerika pasti kerepotan. Saat ini, meski Iran diam saja, tapi terus mengamati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar