Rabu, 29 Desember 2010

pemilihan umum

National Issue…
FENOMENA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PEMILUKADA) KOTA SURABAYA 2010
Salah satu agenda akbar pemerintah kota telah usai, yakni pilwali Suarabaya. Penantian masyarakat dengan perubahan kepemimpinan baru, dengan harapan besar dapat membenahi Surabaya. Ada lima pasangan pada pemilukada kemarin yang menjadi calon walikota Surabaya, kelima pasangan calon walikota tersebut adalah
1. Pasangan Sutadi-Mazlan (PKB dan Gerindra)
2. Pasangan Fandi-Yulius (PDS, PKS, PPP dan PKNU)
3. Pasangan Arif Afandi-Adies Kadir (Partai Golkar dan Demokrat)
4. Pasangan Risma-Bambang (PDIP)
5. Pasangan Fitrajaya-Naen (Independen)
Pemilukada Kota Surabaya telah terlaksana walau banyak menuai kontroversi. Salah satunya adalah suara dari kedua pasangan dari lima pasangan yang ikut sudah memenuhi kuota suara. Tetapi pasangan Risma-Bambang lebih unggul dari pada pasangan Arif-Adies. Berikut hasil penghitungan Sementara Kota Surabaya :
1. Pasangan Sutadi-Mazlan memperoleh 6,25 persen
2. Pasangan Fandi-Yulius memperoleh 13,98 persen
3. Pasangan Arif Afandi-Adies Kadir memperoleh 35,38 persen
4. Pasangan Risma-Bambang memperoleh 38,26 persen
5. Pasangan Fitrajaya-Naen memperoleh 6,13 persen
Dari hasil penghitungan suara diatas, diperoleh pasangan Risma-Bambang yang berhak maju sebagai Walikota dan Wakil Walikota Surabaya berikutnya.
Namun sampai sekarang fenomena ketidak berhasilan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Surabaya semakin mengemuka. Ini terlihat dari besarnya jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan kepala daerah Surabaya.
Data hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menunjukkan bahwa angka DPT yang tidak menggunakan hak suaranya (Golput) mencapai 1.173.960 suara. Atau sekitar 54,783% dari total DPT sebanyak 2.142.900 suara. Jumlah suara golput ini lebih besar dibanding jumlah suara yang menggunakan hak pilih mereka yang hanya mencapai 968.940 suara atau sebesar 45,216%.
Bahkan, di beberapa kecamatan, terlihat angka Golput jauh diatas 60%, seperti yang terjadi di Kecamatan Pabean Cantikan dan Semampir . Di Kecamatan Pabean Cantikan, jumlah DPT mencapai 67.599 suara sementara yang menggunakan hak pilihnya hanya mencapai 26.034 suara. Artinya, angka golput di Kecamatan tersebut mencapai 41.565 suara atau 61%. Di Semampir, jumlah DPT mencapai 140.344 suara dan yang menggunakan hak pilihnya hanya mencapai 50.512, sehingga jumlah golput mencapai 89.832 suara atau sekitar 64%.
Menanggapi realita yang sedang terjadi, Ketua KPU Kota Surabaya, Eko Sasmito menegaskan besarnya angka golput ini bukan karena kurangnya KPU melakukan sosialisasi. Menurut Eko, sosialisasi Pemilukada Kota Surabaya yang digelar pada tanggal 2 Juni 2010 yang lalu sudah dilakukan dengan maksimal.
"KPU Kota Surabaya, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemilihan Suara (PPS) kelurahan sudah melakukan sosialisasi dengan maksimal. Dan fenomena besarnya angka golput ini kami yakin bukan karena kurangnya sosialisasi. Ini diperlukan kajian yang cukup mendalam untuk mengetahui penyebabnya," kata Eko Sasmito di kantor KPU Kota Surabaya. Menurutnya, harus ada menelitian lebih jauh yang dilakukan kalangan akademisi atau lembaga independen lainnya untuk mengetahui penyebab besarnya angka golput dalam Pemilukada Kota Surabaya.
Banyak sekali makna yang seharusnya bisa diambil dari fenomena ini. Krisis kepemimpinan yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat pada pemimpin saat ini mulai terasa. Masyarakat menilai orang - orang yang menduduki kursi Birokrasi pasti tak jauh beda dengan orang – orang sebelumnya yang dinilai telah gagal membangun pemerintahan ini. Nyatanya memang benar, tak pernah ada langkah nyata pemerintah dalam menyelesaikan masalah – masalah negeri ini. Yang muncul hanya masalah baru dan masalah lama akan ditinggalkan. Itulah salah satu mengapa masyarakat memilih Golput dari pada memilih pemimpin yang salah. Jika pemimpin membuktikan kepemimpinannya, bukan tidak mungkin angka Golput akan menurun. Sudah saatnya kita memilih pemimpin yang jujur dan terbukti totalitasnya dalam memperjuangkan rakyat. Bukan lagi memilih pemimpin yang hobi bagi-bagi duit, rokok, dan menghalalkan segala cara untuk menang. (Hars)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar